MANAJEMEN DISTRIBUSI PRODUK-PRODUK AGROINDUSTRI
Dr. Ir. H.S. Dillon
Direktur Eksekutif Centre for Agriculture
Policy Studies, Mantan Staf Ahli Menteri Pertanian
I. LATAR BELAKANG
Kegiatan distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperanan menghubungkan kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah jadi maupun produk jadi. Melalui kegiatan tersebut produsen memperoleh imbalan sesuai dengan volume dan harga produk per unit yang berlaku pada saat terjadinya transaksi. Hasil pemasaran tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan yang proporsional bagi petani atau produsen komoditas yang bersangkutan sesuai dengan biaya, resiko dan pengorbanan yang sudah dikeluarkan. Dilain pihak para pelaku pemasaran diharapkan memperoleh imbalan jasa pemasaran proporsional dengan pelayanan dan resiko yang ditanggungnya. Dalam bidang agroindustri, untuk istilah distribusi lebih sering digunakan istilah tataniaga atau pemasaran.
Karakteristik produk-produk agroindustri Indonesia adalah didominasi oleh usaha-usaha kecil (mikro) dan disisi lain, kebutuhan suatu industri menghendaki volume pasokan yang cukup besar, sehingga untuk mencapai skala ekonomi diperlukan adanya keterpaduan dengan perusahaan besar dalam bentuk kerjasama kemitraan usaha yang adil dan proporsional bagi masing-masing pelaku. Selain itu, sifat-sifat produk agroindustri yang antara lain adalah bulky, risky, perishable, volumineous, heterogen dalam mutu, standar dan lain-lain akan sangat mempengaruhi upaya dan kegiatan manajemen distribusinya.
Manajemen distribusi produk-produk agroindustri merupakan bagian
yang sangat penting dalam rangkaian usaha pengembangan produk yang
bersangkutan maupun dalam pengembangan ekonomi secara keseluruhan,
terutama dikaitkan dengan aspek globalisasi produksi dan globalisasi
pasar yang akhirnya akan menimbulkan persaingan global. Dalam
globalisasi produksi, setiap negara atau perusahaan dapat melakukan kegiatan
produksi dimana saja yang paling menguntungkan baginya baik untuk
seluruh komponen maupun sebagian komponen produknya ; atau menurut
bentuk agroindustri primer, setengah jadi maupun produk jadi (batasan
produk agroindustri disini adalah produk-produk hilir pertanian). Dalam
era globalisasi, maka akan terjadi proses integrasi pasar domestik dengan
pasar dunia, sehingga dengan demikian semua kegiatan harus berwawasan
competitiveness dan efisiensi, termasuk kegiatan distribusinya.
Bilamana dikaitkan dengan inti kebijaksanaan pangan nasional yaitu penyediaan pangan yang cukup tersebar merata pada tingkat harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat dan masih mampu menggairahkan petani/produsen sehinggga tercipta upaya untuk meningkatkan produksi, maka terdapat 3 (tiga) aspek yang saling berkaitan dalam kebijaksanaan tersebut, yaitu aspek produksi, aspek distribusi dan aspek konsumsi. Aspek distribusi dalam hal ini sangat berperan dalam rangka stabilisasi harga pangan nasional.
Selanjutnya akan dibahas manajemen distribusi/tataniaga/pemasaran
produk-produk agroindustri yang mencakup efisiensi saluran distribusi
/pemasaran, perlunya jaringan distribusi yang efektif dan efisien dalam
rangka stabilisasi harga dan kegiatan manajemen produk-produk spesifik
agroindustri.
II. SALURAN DISTRIBUSI /TATANIAGA/PEMASARAN PRODUK AGROINDUSTRI
Distribusi sebagaimana dikatakan sebelumnya adalah pergerakan
produk disemua tahap pengembangannya, dari pemerolehan sumberdaya melalui
proses produksi sampai ke penjualan akhir. Dari pengertian ini, distribusi
produk agroindustri dapat dilihat sebagai suatu proses penambahan nilai
atau kepuasan kepada bahan baku dengan mengalihkan bahan baku itu ke
produsen, ke pedagang perantara, dan akhirnya ke konsumen akhir.
Saluran distribusi/pemasaran adalah rute dan status kepemilikan
yang ditempuh oleh suatu produk ketika produk ini mengalir dari penyedia
bahan mentah melalui produsen sampai ke konsumen akhir. Saluran ini
terdiri dari semua lembaga atau pedagang perantara yang memasarkan produk
atau barang/jasa dari produsen sampai ke konsumen. Di sepanjang saluran
distribusi terjadi beragam pertukaran produk, pembayaran, kepemilikan dan
informasi. Saluran distribusi diperlukan karena produsen menghasilkan
produk dengan memberikan kegunaan bentuk (form utility) bagi konsumen
setelah sampai ke tangannya, sedangkan lembaga penyalur membentuk atau
memberikan kegunaan waktu, tempat dan pemilikan dari produk itu.
Saluran distribusi produk-produk agroindustri terutama dibutuhkan karena
adanya perbedaan yang menimbulkan celah-celah atau kesenjangan (gap)
diantara produksi dan konsumsi, yang terdiri dari:
3. Quantity gap : dimana produksi dilakukan dalam skala besar untuk
memperoleh biaya per unit/satuan rendah, sedangkan
konsumsi dalam jumlah
yang kecil-kecil untuk jenis produk pada saat tertentu
;
4. Variety gap : sebagian besar produsen/perusahaan agroindustri
menspesialisasikan dirinya dalam memproduksi produk
tertentu, sedangkan
konsumen menginginkan produk yang beraneka ragam,
sesuai dengan selera
atau cita rasanya, dan
5. communication & information gap : konsumen sering tidak
mengetahui
sumber-sumber produksi dari produk-produk agroindustri
yang dibutuhkan,
sedangkan produsen tidak mengetahui siapa
dan dimana konsumen potensial
berada. Akibatnya dibutuhkan fungsi distribusi
yang dijalankan dalam
saluran distribusi yang ada.
Memperpendek rantai tata niaga adalah suatu alternatif untuk
mengurangi biaya pemasaran
sehingga memberi peluang peningkatan harga di tingkat
petani. Alternatif yang lain adalah mengusahakan pemasaran yang lebih
terarah oleh petani, dimana penjualan dapat dilakukan pada saat harga
menguntungkan, dan bukan pada saat panen. Untuk dapat melakukannya,
petani harus mempunyai sarana penyimpanan produk dan keuangan yang kuat
untuk membiayai keperluan hidupnya selama produknya belum terjual.
Sistem distribusi/pemasaran berbagai komoditas menunjukkan bahwa
secara umum pemasaran komoditi pertanian mempunyai ciri yang sama. Volume
komoditas yang diproduksi atau dikelola per-satuan waktu merupakan faktor
penentu jumlah keuntungan yang bisa diperoleh masing-masing pelaku kegiatan
produksi dan pemasaran agribisnis tersebut. Dalam hal ini petani sangat
tergantung pada luas lahan dan siklus tanaman, disamping modal
kerja.
Sebaliknya pada pedagang, faktor penentu adalah modal, karena
dengan lahan terbatas dapat mengelola komoditi yang jauh lebih
besar volumenya. Konsekuensi dari kondisi demikian adalah peluang yang
tidak seimbang diantara mereka untuk meraih pendapatan dari komoditi
yang sama. Petani mempunyai peluang yang paling kecil karena
batasan lahan, umur dan siklus tanaman,
ditambah dengan resiko kegagalan panen yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang tidak bisa mereka kuasai, seperti iklim, bencana alam, gangguan hama
dan sebagainya.
Selain itu, kondisi yang ditentukan oleh sifat alam komoditas pertanian
tersebut masih sering ditambah dengan ketidak seimbangan
antara jumlah petani produsen dan pembeli sehingga proses penentuan
harga lebih menguntungkan pedagang. Pemasaran menjadi tidak
transparan
karena kenaikan harga di tingkat konsumen tidak ditransmisikan
ke tingkat petani.
Untuk komoditi yang bersifat musiman, petani menghadapi tambahan
faktor pembatas, karena pada saat musim panen produksi komoditas
sejenis melimpah sehingga harga cenderung menurun.
Petani yang terdesak kebutuhan hidup, akan menerima harga yang kurang
menguntungkan tersebut.
Biaya transportasi dan pungutan-pungutan merupakan komponen yang
cukup besar dalam biaya pemasaran. Biaya yang besar tersebut menyebabkan
petani merasa berat untuk memasarkan sendiri produknya. Untuk
meningkatkan peluang petani memperoleh keuntungan yang lebih tinggi,
faktor-faktor pembatas dalam sistem pemasaran yang dapat ditanggulangi
antara lain adalah : melakukan penjualan produk secara bersama-sama/massal,
pengembangan sarana dan prasarana transportasi terutama yang menghubungkan
sentra produksi dengan lokasi pemasaran, penyediaan informasi pasar
mengenai harga, volume dan lokasi yang membutuhkan.
B. Jaringan Distribusi yang
Efektif dan Efisien
Penciptaan harga yang stabil perlu diupayakan dengan menjamin
cukupnya suplai diseluruh wilayah Indonesia sepanjang masa terutama yang
berasal dari produksi dalam negeri, sehingga kebijaksanaan stabilisasi
harga pangan sebagai pencipta harga yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat dan masih mampu menjamin gairah berproduksi petani dilaksanakan
melalui fungsi-fungsi pengadaan dan penyaluran. Dengan demikian,
usaha stabilisasi harga harus menjamin tersedianya pasokan yang tepat
jumlah dan waktu serta tersedia di seluruh daerah dan disalurkan melalui
jaringan distribusi yang efektif dan efisien.
Jaringan distribusi pangan selama ini dilakukan oleh pedagang
besar, menengah, kecil dan koperasi dalam saluran distribusi sesuai
dengan kemampuan dan lingkungannya. Sebagai bagian dari sistem pangan,
jaringan distribusi mempunyai peranan yang penting dilihat dari aspek
upaya mendorong dalam meningkatkan produksi, menjamin stabilitas harga,
memberi kesempatan kerja dan usaha serta menyediakan pangan kepada konsumen.
Dari aspek peningkatan produksi, sektor distribusi menjadi penghela
karena dapat mendorong / mengarahkan pengalokasian sumber-sumber
produksi secara efisien dan efektif oleh produsen. Dari sisi stabilitas
harga, jaringan distribusi yang efektif mampu menjamin penyediaan pangan
yang cukup antar waktu dan antar daerah sehingga memudahkan konsumen
untuk mendapatkan pangan sesuai kebutuhannya pada tingkat harga yang
terjangkau.
Dari sisi penyediaan kesempatan kerja dan usaha, saluran distribusi
yang efektif mampu menciptakan kesempatan usaha bagi pedagang bahan
baku, pengumpul, pengolah, pedagang besar, grosir, pengecer dan
buruh yang terlibat dalam setiap mata rantai aktivitas perdagangan
tersebut. Oleh karena itu, gangguan dalam sistem distribusi memiliki
dampak ganda dilihat dari penurunan kesempatan kerja baik dari sisi
produksi yang menghasilkan barang tersebut serta sisi pemasaran yang
melaksanakan kegiatan distribusi. Dampak selanjutnya adalah pada
konsumen yang juga mengalami kerugian.
C. Manajemen Transaksi
Mengingat sifat-sifat produk agroindustri yang telah disebutkan
sebelumnya, maka mengharuskan distribusi dilakukan dengan sistem
transaksi yang memperkecil resiko dan memperbesar nilai tambah. Hal
ini dapat dilakukan misalnya dengan sistem hedging dan future trading.
D. Manajemen Sarana dan Prasarana
Harus diupayakan agar sesuai dengan sifat-sifat produknya.
Bagi produk yang bulky dan volumineous dapat diupayakan kedekatan
konsumen dalam pengembangan produknya. Sedangkan bagi produk
yang risky dan perishable dapat dilakukan pengembangan sarana dan
prasarana transportasi spesifik seperti pendingin dan sebagainya.
E. Manajemen Kelembagaan
Mengingat produk agroindustri seringkali heterogen karena produsen
yang kecil dan jumlahnya banyak, maka diperlukan institutional building
dalam kelembagaan distribusinya.
Berbagai lembaga pemasaran telah dibentuk oleh pemerintah maupun swadaya
masyarakat dengan maksud membantu petani, seperti koperasi maupun pusat-pusat
pemasaran lainnya. Namun demikian masih banyak yang belum mampu
menjalankan tugasnya karena alasan kekurangan modal dan lemahnya
keahlian manajemen, keuangan maupun manajemen komoditas, juga keahlian
pemasarannya. Hal ini banyak terjadi terutama
pada KUD. Akibat arus barang dan uang yang tidak lancar, maka
merugikan petani.
IV. KESIMPULAN
Terdapatnya beberapa kesenjangan yaitu geographical gap, time
gap, quantity gap, variety gap dan communication & information gap
diantara kegiatan produksi dan konsumsi produk-produk agroindustri, maka
dibutuhkan saluran distribusi untuk dapat menyalurkan produk dari
pihak
produsen kepada pihak konsumen pada waktu yang tepat dan tempat
yang sesuai dengan kebutuhan.
Faktor-faktor penyebab lemahnya posisi petani dalam sistem
pemasaran adalah disamping lemahnya permodalan, sifat komoditas yang
mudah rusak, skala usaha yang kecil, sistem transportasi yang kurang
memadai, lembaga-lembaga pemasaran yang belum berfungsi baik dan resiko
kegagalan panen serta struktur pasar yang cenderung oligopsonis.
Pengembangan daerah sentra produksi baru hendaknya diikuti oleh kesiapan lembaga pemasaran dan infrastrukturnya dalam membantu menyerap produksi petani. Kesiapan ini sangat diperlukan agar produksi yang dihasilkan petani dapat disalurkan ke daerah konsumsi. Jika hal ini tidak diperhatikan maka petani akan kesulitan memasarkan produksinya.
Kurangnya informasi mengenai kebutuhan dan produksi pada daerah
konsumsi juga merupakan kelemahan struktur kelembagaan perdagangan pada
pusat produksi dengan pusat konsumsi serta infrastruktur yang tersedia.
Oleh karena nya perlu diciptakan koordinasi yang baik dalam sistem
perdagangan dari daerah produksi ke daerah konsumsi serta penyempurnaannya
melalui pengembangan jaringan usaha koperasi.
Pembentukan jaringan usaha koperasi ini didasarkan pada tidak
adanya arus informasi tentang situasi daerah produksi pada pedagang di
daerah konsumsi dan terbatasnya informasi daerah konsumsi pada pedagang
di daerah produksi. Informasi yang tidak diketahui pedagang umumnya
mengenai musim panen, jumlah produksi dan harga di daerah produksi,
sedangkan pedagang di daerah produksi tidak mengetahuii informasi tentang
waktu yang tepat untuk mengirim barang sesuai dengan permintaan setiap
bulan pada berbagai wilayah konsumsi.
Jaringan distribusi yang efektif dan efisien mampu menjamin stabilitas harga pangan yaitu dengan menjamin ketersediaan pangan yang cukup antar waktu dan antar daerah pada tingkat harga yang terjangkau.
Dalam upaya mengembangkan manajemen distribusi spesifik produk-produk
agroindustri, manajemen transaksi dan manajemen sarana dan prasarana
serta manajemen kelembagaan perlu disesuaikan dengan sifat-sifat
dan karakteristik produk-produk agroindustri.