PERANCANGAN DAN PENGELOLAAN
SISTEM DISTRIBUSI BARANG
YANG HANDAL
Patdono
Suwignjo
Jurusan Teknik Industri ITS
Abstrak
Kemelut ekonomi di Indonesia telah membuat distribusi
barang, terutama kebutuhan bahan pokok, menjadi isyu nasional yang segera
harus dipecahkan secara mendasar. Makalah ini akan menyajikan kerangka
perancangan dan pengelolaan sistem distribusi barang yang tidak hanya memperhatikan
kepentingan produsen, distributor, dan konsumen, tetapi juga kepentingan
pemerintah untuk menciptakan sistem distribusi barang yang tangguh dan
adil. Di bagian akhir makalah akan disajikan keahlian dan pengetahuan apa
yang harus dipunyai oleh para manajer koperasi, agar koperasi bisa memegang
peranan yang aktip dalam sistem distribusi barang di indonesia.
1. Pendahuluan
Komentar Peter Drucker yang sangat terkenal, yang menyatakan bahwa distribution adalah the last dark continent for business to conquer, telah mendorong banyak pihak untuk menaruh perhatian yang lebih besar lagi pada distribusi.
Di tingkat perusahaan ( untuk membedakan dengan tingkat nasional ) konsep dari manajemen distribusi pun mengalami evolusi kearah yang lebih luas dan lebih terintegarsi baik dengan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan itu sendiri atau dengan organisasi lain diluar perusahaan.
Konsep distribusi telah berevolusi dari physical distribution management menjadi logistic management dan selanjutnya menjadi supply chain management [Gattorna and Walters, 1996]. Distribusi menjadi penting bagi perusahaan karena disana terlibat sejumlah modal yang besar.
Di Amerika rata-rata total biaya distribusi adalah 7.53 persen dari sales [Davis, 1988]. Sedang di Inggris 70% dari biaya logistik adalah untuk distribusi [Murray et.al., 1997]. Pada tingkat nasional, biaya logistik diperkirakan sekitar 12 % dari Gross Domestic Product (GDP) suatu negara. Data IMF untuk tahun 1990 misalnya, menunjukkan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 12 milyar dolar AS atau 12.8 % dari GDP pada tahun tersebut [Bowersox and Closs, 1996].
Dengan adanya perkembangan teknologi yang ada sekarang ini telah memungkinkan pengembangan produk baru bisa berlangsung dengan cepat. Kompetisi di pasar menjadi sangat ketat dan pemasaran menjadi lebih kompleks. Hal ini semakin menuntut adanya sistem distribusi yang terintegrasi.
Di Indonesia, kemelut ekonomi yang ada sekarang
ini telah membawa dampak yang begitu luas pada banyak aspek kehidupan masyarakat,
termasuk distribusi barang, terutama distribusi kebutuhan bahan pokok masyarakat.
Terganggunya ketersediaan bahan pokok dengan harga yang terjangkau masyarakat
luas telah membuat masalah distribusi menembus aspek lain diluar ekonomi,
misalnya keamanan dan politik. Sehingga bagi Indonesia masalah distribusi
sekarang ini telah menjadi isyu nasional yang sangat mendesak untuk dipecahkan
secara mendasar.
2. Jaringan Sistem Distribusi Barang
Jaringan sistem distribusi barang secara umum dapat dinyatakan seperti Gambar 1. Dalam sistem jaringan distribusi barang, barang dari sumber pasok ( pabrik, pemasok, pelabuhan) harus dikirim ke konsumen ( retail, pabrik, rumah tangga ) dalam jumlah dan waktu yang tepat, biaya pengiriman yang wajar, dan kondisi barang yang baik.
Perusahaan bisa menempuh kebijaksanaan untuk menangani sendiri sistem distribusi barangnya, menyerahkan pada intermediary, atau kombinasi dari keduanya. Barang dari pabrik bisa langsung dikirim ke konsumen, ke gudang regional, maupun ke field warehouses.
Demikian halnya dengan konsumen, mereka bisa dikirim
barang dari pabrik, dari gudang regional maupun field warehouses. Informasi
dalam sistem jaringan distribusi barang terutama mengalir dari konsumen
ke field warehouses, gudang regional, dan pabrik. Sedang barang mengalir
kearah yang sebaliknya.
3. Perancangan Dan Pengelolaan Sistem
Distribusi Barang
Banyak literatur yang sudah membahas perancangan
dan pengelolaan sistem jaringan barang [misalkan Ballou, 1992; Gattorna,
1996; Gattorna dan Walters, 1996]. Akan tetapi hampir semuanya melihat
dari perspektip perusahaan. Jarang yang membahas dari perspektip yang lebih
luas misalnya nasional. Dalam perspektip nasional, khususnya di Indonesia
sekarang ini, perancangan dan pengelolaan sistem jaringan distribusi barang
harus memperhitungkan dimensi yang lebih luas lagi.
Efisiensi ekonomi bukanlah satu-satunya criteria keberhasilan yang harus dicapai. Dimensi-dimensi lain diluar ekonomi seperti ketersediaan barang secara luas dengan harga yang rasional, kesempatan yang sama bagi produsen untuk bisa akses ke pasar, tampaknya harus juga menjadi pertimbangan penting dalam perancangan sistem jaringan distribusi.
Untuk itu dalam makalah ini penulis berusaha menyampaikan suatu model perancangan dan pengelolaan sistem distribusi barang seperti ditunjukkan pada Gambar 2 yang memperhitungkan tidak hanya kepentingan perusahaan dan konsumen tapi juga kepentingan nasional.
Tahap-tahapan perancangan dan pengelolaan sistem
distribusi barang seperti ditunjukkan pada Gambar
2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Action A : Audit sistem distribusi yang ada sekarang
Untuk dapat merancang sistem distribusi barang yang tangguh dapat dimulai dengan mengaudit apakah sistem yang ada sekarang sudah baik atau belum. Kebaikan dari sistem distribusi yang ada akan diaudit terhadap stakeholder requirement dan external monitor.
Ini adalah konsep yang dikembangkan oleh team riset di Centre for Strategic Manufacturing Strathclyde University untuk perancangan sistem baru pengukuran kinerja perusahaan [Suwignjo et.al., 1998]. Untuk sistem distribusi barang di Indonesia, stakeholder dari sistem tersebut dan kebutuhannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Audit juga akan melihat bagaimanakah kinerja dari para pesaing dan best practices dalam hal pemenuhan stakeholder requirement. Dari hasil audit akan diketahui gap apa yang ada. Berdasarkan gap yang ada mission dan objectives dari sistem distribusi akan ditetapkan.
Karena penetapan mission dan objectives ini sudah
memperhitungkan kebutuhan dari para stakeholder, pesaing, dan best practices,
maka diharapkan sistem distribusi yang dirancang akan mampu bersaing dengan
para kompetitornya.
Tabel 1. Contoh stakeholder requirement dari
sistem distribusi barang.
|
|
Produsen barang yang didistribusikan | Keuntungan yang diberikan oleh sistem distribusi pada produsen |
Konsumen | Customer Service ( pelayanan konsumen) yang tinggi |
Shareholder dari pemilik sistem distribusi | Keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dari sistem distribusi |
Pemerintah | Tersedianya barang di seluruh pelosok Indonesia dengan harga yang rasional, kesempatan yang sama bagi pelaku bisnis (terutama pengusaha kecil dan koperasi) untuk dapat akses ke end customer, terpeliharanya kelestarian lingkungan, dll. |
Karyawan distributor | Employee satisfaction |
Action B : Penetapan mission dan objectives
Dengan memperhitungkan kebutuhan para stakeholder,
external monitor, dan hasil audit, mission statement dan objective dari
sistem distribusi dapat ditetapkan. Misalkan untuk Indonesia mission statement
dari sistem distribusi yang ada bisa dinyatakan sebagai berikut:
Misi Sistem Distribusi Barang
Indonesia:
Action C : Perumusan strategi distribusi dan pembangun sisten jaringan distribusi
Perumusan strategi distribusi harus dikaitkan
dengan pencapaian dari mission dan objectives.
Gambar 3 menunjukkan
bagaimana strategi distribusi dapat dirumuskan dengan mengacu pada pencapaian
objective yang telah ditetapkan.
Disamping mengacu pada pencapaian objectives sistem
distribusi, perumusan strategi distribusi harus juga disesuaian dengan
strategi pemasaran dari produsen barang dan strategi pelayanan konsumen.
Dalam perumusan strategi distribusi akan mencakup perumusan strategi inventory,
strategi pergudangan, strategi transport, dan strategy sistem informasi.
Jika strategi distribusi yang mencakup strategi
inventory, strategy pergudangan, strategi transport, dan strategi informasi
sudah ditetapkan, strategi harus direalisasikan kedalam bentuk pembangunan
jaringan sistem distribusi. Untuk mengimplementasikan masing-masing strategy
tersebut beberapa keputusan yang harus diambil dan dilaksanakan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Action D: Pengoperasian dan pengendalian sistem
jaringan distribusi
Tiga action yang sudah dibahas sebelumnya adalah membahas mengenai masalah strategis dari sistem distribusi barang. Action D akan membahas masalah operasional dari sistem distribusi barang.
Tabel 2. Putusan yang harus diambil dan dilaksanakan
pada realisasi strategi distribusi.
|
|
Strategi inventory | Jumlah persediaan barang pada masing-masing gudang |
Strategi pergudangan | Jumlah gudang, lokasi gudang, ukuran gudang |
Strategi transport | Alat transportasi yang digunakan, ukuran, jumlah |
Strategi sistem informasi | Rancangan sistem informasi distribusi yang digunakan |
Ada empat sistem pendukung yang sangat penting untuk dapat melaksanakan pengoperasian dan pengendalian sistem distribusi barang dengan baik. Keempat sistem pendukung tersebut adalah :
Distribution Planning and Control (DPC) merencanakan semua operasi dari sistem distribusi yang meliputi :
Sistem informasi distribusi bertugas untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan mendistribusikan informasi-informasi yang diperlukan untuk operasi dan pengendalian sistem distribusi pada pihak-pihak yang memerlukan secara cepat dan akurat.
Performance Measurement Systen & Audit berfungsi untuk memberikan teknik bagaiamana kinerja dari sistem distribusi harus diukur dan dilaporkan pada manajemen sebagai bahan pengendalian operasi perusahaan. Dari pengukuran kinerja sistem distribusi akan diketahui apakah objectives dari sistem distribusi yang sudah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai apa tidak.
Jika objectives dari sistem distribusi sudah dapat dicapai maka sistem yang ada perlu dipelihara dan dilakukan perbaikan secara terus menerus ( continuous improvement ). Sedangkan jika objectives dari sistem distribusi tidak dapat dicapai, tindakan pengendalaian harus secepatnya diambil.
Tindakan pengendalian yang diambil bisa bersifat opersional atau strategis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
4. Prinsip-prinsip Sistem Distribusi Yang Tangguh
Pengimplementasikan konsep perancangan dan pengelolaan sistem distribusi seperti dinyatakan oleh Gambar 2 akan bisa berjalan dengan baik jika mengimplementasikan juga prinsip-prinsip distribusi berikut ini.
Prinsip 1: Organisasikan sistem distribusi secara komprehensip dan terintegrasi
Sistem distribusi melibatkan banyak pihak (produsen, perusahan distribusi, warehouses, retailer, pemerintah) yang tersebar di daerah yang luas. Pengorganisasian sistem semacam itu adalah dilematis. Dengan banyak nya pihak yang terlibat dan tersebar diberbagai daerah akan menyulitkan untuk koordinasi.
Dari pertimbangan ini akan lebih baik kalau sistem diorganisir menggunakan konsep desentralisasi. Akan tetapi, sistem desentralisasi akan mengancam tercapainya optimalisasi secara keseluruhan. Desentralisasi cenderung mengejar tercapainya tujuan sub-orgasinasi dengan mengorbankan tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan.
Untuk itu pengorganisasian dari sistem distribusi sebaiknya dilakukan dengan menggabungkan konsep sentralisasi/desentalisasi. Pengorganisasian secara sentralisasi berarti bahwa penanganan sistem inventory, pergudangan, dan transportasi harus dibawah pengendalian satu business unit, sehingga integrasi dari ketiga operasi tersebut dapat dicapai semaksimal mungkin dan tujuan perusahaan secara keseluruhan bisa dicapai dengan lebih baik.
Akan tetapi pada tingkat aktivitas perlu diteliti
aktivitas-aktivitas yang tidak banyak kaitan dan pengaruhnya dengan aktivitas
lain, dan keahlian serta informasi yang dibutuhkan untuk mengambil putusan
tersedia, aktivitas-aktivitas tersebut bisa diserahkan pengelolaan pada
pejabat di tingkat lokal .Desentralisasi akan berjalan dengan lebih baik
jika sistem informasi distribusi sangat mendukung.
Prinsip 2 : Berikan perhatian yang paling besar pada Sumber Daya Manusia
Bagaimanapun baiknya sistem jaringan distribusi barang yang dibuat, tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi rasanya sulit untuk dapat berhasil. Distribusi adalah industri pelayanan jasa.
Pada jenis industri ini kualitas pelayanan konsumen dituntut lebih tinggi dibandingkan industri manufaktur, meskipun pelayanan konsumen industri jasa lebih sulit dibanding pelayanan industri manufaktur.
Sebagai contoh konsumen yang membeli barang manufaktur dan ternyata barangnya cacat kulaitas, konsumen bisa dengan cepat diberi barang baru yang ada di stock. Akan tetapi jika konsumen menerima pengiriman barangnya terlambat dan barang dalam keadaan rusak, perusahaan distribusi tidak dapat dengan mudah memperbaikinya. Karena perusahaan distribusi tidak bisa memutar waktu balik dan belum tentu mempunyai persediaan barang yang sama.
Adalah sangat penting untuk menekankan pada semua
karyawan yang ada pentingnya arti kualitas pelayanan bagi kelangsungan
hidup perusahaan. Recruiting, education, training, job enrichment, incentive
scheme semuanya harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Prinsip 3 : Manfaatkan seluas-luasnya kekuatan dari sistem informasi
Daerah operasi dari sistem distribusi barang meliputi area yang sangat luas. Fasilitas, barang, personil, dan putusan yang harus diambil tersebar dimana-mana. Untuk bisa mengambil putusan yang tepat dan cepat ketersediaan informasi yang akurat di semua area menjadi sangat penting sekali.
Lebih-lebih lagi seringkali keputusan harus diambil
secara mendadak dengan memperhitungkan semua kondisi yang ada di banyak
tempat. Untuk itu sistem distribusi yang tangguh harus didukung oleh jaringan
sistem informasi yang handal.
Prinsip 4 : Jalin kemitraan yang kuat dengan pihak-pihak yang terlibat dalam distribusi
Distribusi mempunyai arti yang sangat strategis bagi produsen barang. Karena distribusi merupakan ujung tombak dari pemasarannya. Produsen tidak akan mau mempercayakan distribusi barangnya pada pihak lain kalau mereka tidak yakin betul dengan iktikad dan kualitas pelayanan dari perusahaan distribusi. Begitu pentingnya arti distribusi bagi produsen, tampaknya ikatan kerjasama bisnis yang dinyatakan dengan kontrak jangka pendek saja tidak cukup. Strategic alliances jangka panjang harus dilakukan.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membentuk strategic alliance ini. Di Jepang ( sistem distribusi barang di Jepang terkenal tidak efisien ) strategic alliance dilakukan dengan jalan produsen menaruh saham pada perusahaan distribusi dan menempatkan manajer pemasarannya di setiap kota besar sebagai anggota dari board of director dari local distributor [Martin et. al., 1998]. Senior executive dari produsen paling sedikit satu tahun sekali mengunjungi distributor untuk mengecek komitmennya. Sedang distributor mengunjungi kantor pusat atau pabrik dari produsen untuk meyakinkan bahwa dia diperlakukan sebagai bagian darai anggota keluarga besar.
Strategic alliances bisa juga dilakukan dengan
jalan share value dan strategic objectives antara pihak-pihak yang terlibat
dalam distribution channel. Pada tingkat operasional, produsen dan distributor
bisa membuat Production Planning & Control dan Distribution Planning
& Control secara bersama-sama. Hal ini akan mensinkronkan rencana kerja
mereka dan memepererat kemitraan.
Prinsip 5 : Gunakan ukuran kinerja finansial dan non-finansial
Konsep baru dari sistem pengukuran kinerja perusahaan telah membuktikan bahwa penilaian kinerja perusahaan berdasarkan ukuran finansial saja tidak cukup [Dixon et. al., 1990; Kaplan and Norton, 1996].
Kinerja dari sistem distribusi harus diukur dengan ukuran-ukuran kinerja yang seimbang antar finansial dan nonfinansial. Beberapa contoh ukuran kinerja yang bisa dipakai adalah sebagai berikut:
Telah terbukti secara luas di praktek lapangan bahwa beberapa prinsip dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari distribusi yang meliputi [Gill and Allerheilegen, 1996] :
1. Prinsip ekonomi di bidang transportasi:
Menjawab pertanyaan ini lebih sulit dibandingkan dengan menjawab pertanyaan Bisakah koperasi menjadi soko guru perekonomian nasional?. Karena program koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional sudah lama dicanangkan dan diusahakan. Dan kita semua sudah tahu hasilnya. Di bidang distribusi rasanya belum pernah dicanangkan secara nasional. Tak seoranpun akan tahu jawabnya sampai hal tersebut benar-benar dilaksanakan.
Pada sub-bab ini kan disajikan keahlian-keahlian apa sajakah yang mentukan keberhasilan dari profesional di bidang logistik dan distribusi. Jika kita menginginkan koperasi mampu memegang peranan penting dalam sistem distribusi barang nasional, persayaratan minimumnya adalah kita harus melengkapi koperasi dengan keahlian-keahlian yang dibutuhkan tersebut.
Murray et. al. (1997) melakukan penelitian untuk mengetahui keahlian apa saja yang menentukan keberhasiln profesional di bidang logistik dan distribusi. Murray dkk. mengirimkan questionnaires ke anggota dari Institute of Logistic. Berdasarkan literature review dan diskusi yang intensip dengan profesional dibidang logistik dan distribusi, Murray dkk. menyusun questionnaires untuk mengidentifikasikan skill dan knowledge apa yang menentukan keberhasilan profesional di bidang logistik dan distribusi.
Mereka mengelompokkan faktor-faktor tersebut kedalam
tiga kriteria yaitu : ketrampilan dan pengenatuan di bidang bisnis 44
faktor; ketrampilan dan pengetahuan di bidang logistik 43 faktor; ketrampilan
dan pengetahuan di bidang manajemen/personal 48 faktor. Dari hasil
pengolahan data didapatkan bahwa 10 faktor terpenting yang mempengaruhi
keberhasilan profesional di bidang logistik dan distribusi dapat dilihat
pada Tabel 3:
Tabel 3. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
profesional di bidang logistik dan distribusi.
No | Factor | Criteria |
1 | Communication written/verbal | Management |
2 | Lead, influence,and work with others | Management |
3 | Problem solving Business | Business |
4 | Customer service Distribution | Distribution |
5 | Common sense/practical | Management |
6 | Proactive/inisiative | Management |
7 | Numerate | Business |
8 | Integrity/honesty | Management |
9 | Professionalism | Management |
10 | Prioritise | Business |
Jadi jika diinginkan koperasi bisa memegang peranan
yang aktip dalam sistem distribusi barang di Indonesia para manajer koperasi
paling tidak harus dibekali dengan ketrampilan dan pengetahuan seperti
yang ditunjukkan oleh Tabel 3 diatas.
6. Kesimpulan
Masalah distribusi barang di Indonesia, terutama
distribusi barang kebutuhan bahan pokok, telah menjadi isyu nasional yang
segera harus dipecahkan secara mendasar sekarang ini. Kemelut ekonomi yang
tampaknya tidak akan selesai dalam waktu dekat ini, telah memperburuk situasi.
Ketidaktersediaan kebutuhan bahan pokok dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat luas bisa memancing kerusuhan masal.
Makalah ini menyajikan framework dari perancangan sistem distribusi barang yang tidak hanya memperhitungkan masalah ekonomis dari kepentingan produsen, distributor, dan retailer, tetapi juga kepentingan masyarakat secara luas dan kepentingan pemerintah untuk menjaga stabilitas nasional di bidang ekonomi dan keamanan.
Prinsip-prinsip perancangan dan pengelolaan distribusi barang yang tangguh juga disampaikan untuk dapat membantu dalam implementasi dari framework tersebut. Akan tetapi penulis sangat yakin, bahwa penyelesaian masalah distribusi barang di Indonesia akan amat sangat lebih kompleks dan lebih sulit, dibandingkan dengan apa yang dapat disajikan dalam makalah, termasuk makalah ini.
Akan tetapi penulis juga amat yakin bahwa dengan
kesadaran, keterbukaan, iktikad baik, kejujuran, dan kerja keras dari semua
pihak yang terlibat dalam distribusi barang (produsen, distributor, wholesaler,
retailer, pemilik gudang swasta, dan pemerintah) suatu sistem distribusi
barang yang tangguh dan adil dapat direalisasikan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Ballou, R. H., Business Logistics Management, Prentice Hall, New Jersey, 1992.
Davis, H.W., "Physical Distribution Cost: Performance in Selected Industries, 1988", Proceeding of Annual Conference of Logistic Management, Boston, 1988, pp. 73-81.
Dixon, J.R., Nanni, A.J. and Vollmann, T.E., The New Performance Challence-Measuring Operations for World-Class Competition, Richard D. Irwin Inc., New York, 1990.
Gattorna, J. L. (ed.), Handbook of Logistic & Distribution Management 4th Edition, Gower Publishing Company, Hants, 1996.
Gattorna, J.L. and Walters, D.W., Managing the Supply Chain: A Strategic Persepective, Macmillan Press, London, 1996.
Gill, L.E. and Allerheiligen, P., "Co-operation in channels of distribution: physical distribution leads the way", International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 26 No. 5, 1996, pp.49-63.
Kaplan, R.S. and Norton, D.P., Translating Strategy Into Action: The Balanced Scorecard, Harvard Business School Press, Boston, 1996.
Lennon, C. and Zweers, W., "The European Logistics Executive". Report Number 1067-94-cr, The Conference Board Europe, 1994.
Murray, W., Bamfors, C. and Whiteing, T., "What makes a successful distribution and logistic professional?", Proceeding of MESELA97 Conference, Loughborough, U.K., 1997, pp.237-243.
Martin, D., Howard, C. and Herbig, P., "The Japanese Distribution System", European Business Review, Vol. 98, 1998, pp.109-121.
Suwignjo, S., Bititci, U.S., Carrie, A.S. and
Turner, T.J., " Performance Measurement System: Auditing and Prioritisation
of Performance Measures", Proceeding of Performance Measurement Theory
and Practice Conference, Cambridge, 1998, pp. 109-116.
Bowersox DJ and Closs DJ, Logistical Management:
An Integrated Supply
Chain Management, McGrawHill, 1996.
Riwayat Hidup
Patdono Suwignjo menamatkan pendidikan
S-1 di Jurusan Teknik Mesin Manajemen Produksi ITS tahun 1983. Tahun
1985 ia bergabung dengan Jurusan Teknik Industri - ITS sebagai staff pengajar.
Tahun 1989 ia melanjutkan pendidikan S-2 nya di Department of Mechanical
and Manufacturing Engineering University of New South Wales, Sidney.
Sebelum meningggalkan ITS pada bulan Agustus 1996 untuk menempuh pendidikan S-3 nya di Strathclyde University, Glasgow, ia adalah Ketua Jurusan Teknik Industri ITS. Selama karirnya sebagai dosen Jurusan TI-ITS, Patdono juga aktip membantu industri dalam hal pelatihan dan konsultasi di bidang PPC, Kualitas, Manajemen Proyek, dan Perancangan Sistem Informasi, dll.
Selama melaksanakan risetnya di Glasgow, Patdono
bergabung dengan tim riset di The Centre for Strategic Manufacturing
University of Strahclyde untuk mengembangkan model baru performance measurement
system. Bulan September 1998, Patdono akan menyelesaikan riset dan penulisan
thesisnya dan selanjutnya akan menempuh ujian oral untuk mempertahankan
thesisnya bulan April 1999. Sekarang ini Patdono atas nama The Centre for
Strategic Manufacturing sedang terlibat dalam pelayanan konsultasi dan
training pada kantor pajak Inggris (Inland Revenue Cumbernauld) untuk
melakukan re-engineering performance measurement system di kantor tersebut.
Selama 2 tahun risetnya di Glasgow, Patdono telah menulis dan mempresentasikan
sebanyak 7 papers di journal dan konverensi internasional. Patdono juga
memenangkan Best Research Student Publication di Department of Design,
Manufacture and Engineering Management (DMEM) University of Strathclyde
untuk tahun kompetisi 1997. .