NETSeminar:
Merancang dan Memelihara Jaringan Distribusi Barang
Yang Tangguh Dan Efisien Di Indonesia
1-5 September 1998
Penyelenggara :
FRUM TI-ITS


 

KONSEP REFORMASI SISTEM DISTRIBUSI BARANG-BARANG KONSUMSI (CONSUMER GOODS)

Rahardi Ramelan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan
 
 

I. VISI :

Membentuk sumber daya manusia tangguh dan memperkuat daya saing nasional.

II.  MISI :

Mewujudkan sistem distribusi nasional yang efisien, efektif, transparan dan adil.

III. TUJUAN :

Tersedianya barang-barang kebutuhan masyarakat yang sehat, dalam jumlah cukup, waktu yang tepat, mutu terjamin dan  harga wajar di pasar dalam negeri, termasuk pasar tradisional serta mampu bersaing di pasar internasional.
 

IV. KONDISI SAAT INI

Krisis ekonomi bersamaan dengan terjadinya bencana alam yang dialami Indonesia membawa dampak yang sangat berat bagi masyarakat, terutama terganggunya kelancaran jalur distribusi yang mengakibatkan barang menjadi langka, harga meningkat tinggi, dan  daya beli masyarakat yang semakin lemah.

Dalam pembahasan sistem distribusi ini, barang-barang konsumsi dikelompokan menjadi :
 

A. Distribusi Barang Konsumsi Tahan Lama (Durable Goods).

Panjang pendeknya jalur distribusi sangat tergantung dari keadaan dan type komoditi yang diperdagangkan. Untuk barang-barang manufaktur, peranan produsen sangat besar dalam menetapkan persyaratan dan memilih distributornya.

1. Sistem distribusi barang-barang manufaktur sangat beragam yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a) Intermediate Industrial Goods.

b) Household Goods. c) Office Equipments. 2. Sistim distribusi barang-barang manufaktur umumnya sudah terstruktur cukup baik sesuai dengan tuntutan produsen/pabrikan agar barangnya sampai di konsumen dalam jumlah yang cukup dengan harga tertentu.  Beberapa produsen menggunakan perusahaan distributor dalam group yang sama, sebagai contoh Indofood yang menggunakan Indomarco yang sama-sama berasal dari Salim Group.

Sedangkan banyak produsen  lain menggunakan perusahaan-perusahaan sebagai distributor seperti Tigaraksa,  Wicaksana, dan Borsumij Wehry Indonesia.   Pihak pabrikan biasanya telah menetapkan marjin yang boleh diambil pada tiap-tiap tingkatan distribusi. Sebagai contoh, terhadap salah satu Distributor besar di Jakarta ditetapkan bahwa marjin Distributor maksimum 10%, marjin Pedagang Besar maksimum 5% dan Pengecer ± 15%, sehingga total marjin dari harga af pabrik maksimum 33%.

3. Peraturan di bidang distribusi khususnya yang menyangkut pengaturan pelaku dan pembagian wilayah operasi belum ada. Di samping itu, keterlibatan Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah sebagai distributor masih relatif kecil. Pada dewasa ini untuk lebih memberdayakan Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (PKM), telah dikembangkan penyaluran kebutuhan pokok masyarakat seperti beras dan minyak goreng di pasar-pasar tradisional dengan mengikutsertakan koperasi seperti INKOPPAS dan KOPPAS serta Koperasi-koperasi lain dan Pengusaha Kecil dan Menengah.
 

B. Distribusi Produk Pertanian Segar (Perishable  Products).

Pengembangan ekspor produk pertanian segar seperti sayur-mayur, buah, bunga, ikan, dan daging memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Di samping itu permintaan akan komoditi tersebut di dalam negeri terutama di kota-kota besar juga terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan kesadaran akan kesehatan masyarakat. Pasar ekspor, pusat-pusat konsumsi dalam negeri, supermarket, hotel dan restoran memerlukan kepastian pasokan dalam jumlah, kualitas, waktu pengiriman, dan harga yang tepat.
 

Pusat distribusi melakukan kegiatan sortasi, pengemasan dan mempertahankan mutu melalui pengawetan/pendinginan. Khusus untuk pusat-pusat distribusi hasil pertanian yang bersifat curah, seperti beras, gula, minyak goreng dan terigu, harus memiliki tempat-tempat penyimpanan yang cukup, seperti gudang-gudang di pasar induk beras Cipinang, Jakarta. Hal ini telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan distributor yang memiliki gudang-gudang sendiri, seperti yang dilakukan oleh Tigaraksa, Enseval dan Wicaksana.
 

V. STRATEGI

1. Barang Hasil-Hasil Industri

2. Barang Hasil-Hasil Pertanian VI. PROGRAM REFORMASI

1. Barang barang konsumsi Tahan Lama
 

2. Produk Pertanian Segar.

Terdapat dua pola program pengembangan sistem distribusi produk pertanian segar yang dapat dilakukan secara bersamaan dan saling mengisi yaitu :

1) Pendirian Pusat Distribusi yang dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti sortasi, pengemasan, dan lain-lain. Untuk itu perlu dukungan perbankan dan pembiayaannya dengan tingkat bunga khusus. Pusat-pusat distribusi yang diperlukan adalah semacam pendirian pasar-pasar induk yang tersebar, sehingga sistim distribusi wet product dapat lebih efisien dan efektif ( lihat Lampiran 5).

2) Pengembangan Pasar Lelang Regional.

 
JAKARTA, 1 September 1998
Menteri Perindustrian dan Perdagangan
 

Rahardi  Ramelan
 

Lampiran-Lampiran :

Lampiran 1 : Harga yang diterima petani dan marjin pemasaran.
Lampiran 2 : Mata Rantai Tata Niaga Hasil Pertanian.
Lampiran 3 : Konsep Reformasi Sistem Distribusi Barang Hasil Industri
Lampiran 4 : Skema Bantuan Melalui Modal Ventura
Lampiran 5 : Konsep Reformasi Sistem Distribusi Hasil Pertanian
Lampiran 6 : Pengembangan Pasar Lelang Regional dan Distribusi Melalui Evolusi Yang Dipercepat.
Lampiran 7 : Petunjuk Mengakses Peta Sebaran Pasar dan Gudang