KONSEP REFORMASI SISTEM DISTRIBUSI BARANG-BARANG KONSUMSI (CONSUMER GOODS)
Rahardi Ramelan, Menteri
Perindustrian dan Perdagangan
I. VISI :
Membentuk sumber daya manusia tangguh dan memperkuat daya saing nasional.
II. MISI :
Mewujudkan sistem distribusi nasional yang efisien, efektif, transparan dan adil.
III. TUJUAN :
Tersedianya barang-barang kebutuhan masyarakat
yang sehat, dalam jumlah cukup, waktu yang tepat, mutu terjamin dan
harga wajar di pasar dalam negeri, termasuk pasar tradisional serta mampu
bersaing di pasar internasional.
IV. KONDISI SAAT INI
Krisis ekonomi bersamaan dengan terjadinya bencana alam yang dialami Indonesia membawa dampak yang sangat berat bagi masyarakat, terutama terganggunya kelancaran jalur distribusi yang mengakibatkan barang menjadi langka, harga meningkat tinggi, dan daya beli masyarakat yang semakin lemah.
Dalam pembahasan sistem distribusi ini, barang-barang
konsumsi dikelompokan menjadi :
A. Distribusi Barang Konsumsi Tahan Lama (Durable Goods).
Panjang pendeknya jalur distribusi sangat tergantung dari keadaan dan type komoditi yang diperdagangkan. Untuk barang-barang manufaktur, peranan produsen sangat besar dalam menetapkan persyaratan dan memilih distributornya.
1. Sistem distribusi barang-barang manufaktur sangat beragam yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Intermediate Industrial Goods.
Sedangkan banyak produsen lain menggunakan perusahaan-perusahaan sebagai distributor seperti Tigaraksa, Wicaksana, dan Borsumij Wehry Indonesia. Pihak pabrikan biasanya telah menetapkan marjin yang boleh diambil pada tiap-tiap tingkatan distribusi. Sebagai contoh, terhadap salah satu Distributor besar di Jakarta ditetapkan bahwa marjin Distributor maksimum 10%, marjin Pedagang Besar maksimum 5% dan Pengecer ± 15%, sehingga total marjin dari harga af pabrik maksimum 33%.
3. Peraturan di bidang distribusi khususnya yang
menyangkut pengaturan pelaku dan pembagian wilayah operasi belum ada. Di
samping itu, keterlibatan Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah sebagai
distributor masih relatif kecil. Pada dewasa ini untuk lebih memberdayakan
Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (PKM), telah dikembangkan penyaluran
kebutuhan pokok masyarakat seperti beras dan minyak goreng di pasar-pasar
tradisional dengan mengikutsertakan koperasi seperti INKOPPAS dan KOPPAS
serta Koperasi-koperasi lain dan Pengusaha Kecil dan Menengah.
B. Distribusi Produk Pertanian Segar (Perishable Products).
Pengembangan ekspor produk pertanian segar seperti
sayur-mayur, buah, bunga, ikan, dan daging memiliki peran yang sangat strategis
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Di samping itu permintaan akan komoditi tersebut
di dalam negeri terutama di kota-kota besar juga terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya pendapatan dan kesadaran akan kesehatan masyarakat.
Pasar ekspor, pusat-pusat konsumsi dalam negeri, supermarket, hotel dan
restoran memerlukan kepastian pasokan dalam jumlah, kualitas, waktu pengiriman,
dan harga yang tepat.
Hasil penelitian IPB menunjukkan petani hanya menerima sekitar 34%, selebihnya adalah keuntungan pedagang pengumpul 9% dengan biaya distribusi 3%, keuntungan pedagang perantara 11% dengan biaya distribusi 7%, keuntungan pedagang besar 9% dengan biaya distribuasi 6% serta keuntungan pengecer 12% dengan biaya distribusi 9% (lihat Lampiran 1).
2. Karakteristik dari produk-produk pertanian (perishable products) adalah cepat rusak dan harus tersedia dalam keadaan segar (freshness) oleh karena itu penanganannya harus cepat. Waktu yang diperlukan untuk panen, prosesing, transportasi dan penyimpanan harus menjamin kesegaran, tidak rusak dan tingkat kesehatannya (hygiene) tetap terjamin.
3. Lahan usaha tani menyebar dengan skala kecil dan kegiatan tanam tergantung musim, sehingga mutu produk yang dihasilkan beragam dan harga cenderung berfluktuasi. Para petani dan kelompok tani di sentra produksi masih belum mampu melakukan fungsi penanganan produk agar dapat memenuhi permintaan pasar.
4. Mata rantai tata niaga dari sentra produksi ke sentra konsumsi cukup panjang dan struktur pasar yang tidak baik, sehingga sering menimbulkan distorsi pasar (lihat Lampiran 2). Sementara itu sistem transaksi pada setiap tingkatan mata rantai tata niaga tersebut tidak berlangsung secara transparan.
5. Infrastruktur pasar mulai dari pasar induk (pasar grosir) sampai kepada pasar eceran masih relatif sederhana dan bersifat tradisional serta kurang dapat mengikuti keinginan konsumen, sehingga mutu produk kurang memuaskan dan limbah (sampah) tetap besar.
6. Konsumen harus membayar lebih mahal dari harga sewajarnya sedangkan petani hanya menerima bagian kecil dari harga yang dibayar konsumen tersebut.
7. Pusat distribusi hasil pertanian memerlukan pengelolaan yang lebih hati-hati mengingat sifat produk mudah rusak.
V. STRATEGI
1. Barang Hasil-Hasil Industri
1. Barang barang konsumsi Tahan Lama
b. Salah satu alternatif bantuan yang dapat dipertimbangkan adalah pemberian permodalan dan pembinaan melalui Modal Ventura. Modal Ventura mempunyai karakterisitik yaitu lembaga ini ikut menanggung resiko usaha, serta apabila usaha yang dibantunya sudah mapan, Modal Ventura akan menarik diri (lihat Lampiran 4). Alternatif lain, adalah mengembangkan koperasi simpan pinjam di antara para pedagang pasar atau pedagang kecil yang ditujukan untuk membantu keuangan para anggotanya, sehingga mereka mampu meningkatkan kegiatan usahanya.
c. Dalam kaitannya dengan RUU Persaingan Sehat
dan Perlindungan Konsumen, pemikiran-pemikiran tersebut di atas sebaiknya
dapat ditampung, sehingga sistim distribusi khususnya mengenai pelakunya
mempunyai landasan hukum.
Terdapat dua pola program pengembangan sistem distribusi produk pertanian segar yang dapat dilakukan secara bersamaan dan saling mengisi yaitu :
1) Pendirian Pusat Distribusi yang dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti sortasi, pengemasan, dan lain-lain. Untuk itu perlu dukungan perbankan dan pembiayaannya dengan tingkat bunga khusus. Pusat-pusat distribusi yang diperlukan adalah semacam pendirian pasar-pasar induk yang tersebar, sehingga sistim distribusi wet product dapat lebih efisien dan efektif ( lihat Lampiran 5).
2) Pengembangan Pasar Lelang Regional.
b) Pembentukan Pasar Lelang Regional (Wholesale Market) yang berperan sebagai pusat konsentrasi; pembentukan harga yang transparan, wajar dan cepat melalui lelang; sebagai simpul distribusi dari produsen/importir; penyelesaian transaksi; sumber informasi; berbagai pelayanan penunjang seperti sertifikasi, pemeriksaan, higienis, penyimpanan, custom, dan sebagainya (lihat Lampiran 6).
c) Penataan perangkat peraturan, pembinaan koordinasi dalam pelaksanaan dan pemasyarakatan konsep pembentukan dan mekanisme pasar lelang regional.
Rahardi Ramelan
Lampiran-Lampiran :
Lampiran 1 : Harga yang diterima petani
dan marjin pemasaran.
Lampiran 2 : Mata Rantai Tata Niaga Hasil
Pertanian.
Lampiran 3 : Konsep Reformasi Sistem Distribusi
Barang Hasil Industri
Lampiran 4 : Skema Bantuan Melalui Modal
Ventura
Lampiran 5 : Konsep Reformasi Sistem Distribusi
Hasil Pertanian
Lampiran 6 : Pengembangan Pasar Lelang
Regional dan Distribusi Melalui Evolusi Yang Dipercepat.
Lampiran 7 : Petunjuk Mengakses Peta Sebaran
Pasar dan Gudang