Diselenggarakan oleh
FRUM
TI-ITS
Forum Teknik Industri Institut Teknologi
Sepuluh Nopember
Tanggal 1-7 September 1998
1. Pendahuluan
Netseminar ini pada awalnya dimaksudkan sebagai
ajang untuk mendiskusikan berbagai topik yang
berkaitan dengan tema tersebut di atas. Pemakalah menyampaikan
pokok-pokok pikirannya yang kemudian ditanggapi dan didiskusikan
oleh para peserta Netseminar.
Dalam perjalanannya, diskusi banyak menyoroti
persoalan-persoalan yang lebih umum
dan masih memiliki keterkaitan dengan permasalahan sistem
distribusi di Indonesia.
Mengingat keterkaitan antara berbagai permasalahan
yang didiskusikan memang relevan
dalam konteks sistem distribusi, Netseminar inipun tidak terlalu
membatasi pokok diskusi pada hal-hal yang spesifik menyangkut sistem
distribusi. Namun Tim perumus berupaya menyarikan pada bagian berikut
sebagai rangkuman seminar adalah gagasan-gagasan yang banyak muncul selama
berlangsungnya diskusi.
Tim perumus memandang gagasan-gagasan tersebut banyak yang penting diakomodasikan dalam menata perekonomian Indonesia, khususnya yang terkait dengan sistem distribusi.
Diskusi banyak memberikan masukan terhadap sistem
distribusi dikaitkan dengan
peran koperasi dan pengusaha kecil, penataan kelembagaan dan peran
pemerintah, struktur ekonomi nasional, pentahapan dan prioritas pembangunan
dan sebagainya. Secara langsung maupun tidak langsung topik-topik tersebut
terkait dengan sistem distribusi. Gagasan yang muncul dalam diskusi
selanjutnya disarikan pada bagian berikut.
2. Beberapa Gagasan Penting.
Berbagai gagasan yang muncul dari pemakalah maupun
peserta seminar disarikan tanpa
menyebut nama pemakalah atau peserta yang menyumbangkan
gagasan tersebut. Ringkasan dibuat dengan menggunakan sistem penomoran
dimana satu nomor mungkin melibatkan satu atau lebih evaluasi, usulan,
saran, dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut disarikan sebagai berikut:
2. Dalam upaya mengejar pertumbuhan dan perbaikan
ekonomi nasional,
keberpihakan pemerintah terhadap
koperasi dan pengusaha kecil sebaiknya
tidak mematikan perusahaan-perusahaan
besar mengingat untuk mengejar
pertumbuhan dan ketertinggalan ekonomi,
perusahaan-perusahaan besar
sangat dibutuhkan. Yang perlu ditata
kembali adalah aturan mainnya
sehingga tidak terjadi dominasi
kekuatan pasar terhadap usaha kecil dan
koperasi dalam kegiatan ekonomi
pada umumnya dan pada aspek distribusi
pada khususnya.
Pada konteks sistem distribusi misalnya,
diperlukan formulasi yang
jelas yang menyebutkan pada
tingkat distribusi mana pelaku distribusi
raksasa boleh dan pada tingkat mana
pelaku distribusi berskala ekonomi
kecil dan menengah patut ditempatkan
untuk mengkompromikan berbagai
kepentingan secara holistik.
3. Reformasi sistem distribusi dengan mengalihkan
pelaku distribusi ke
koperasi dan pengusaha kecil seharusnya
didahului dengan pembinaan sikap
mental para pelaku tersebut. Tidak
profesionalnya tenaga-tenaga yang
mengelola koperasi akan menjadi
hambatan besar apabila mereka diberikan
tugas berat menjadi distributor
secara tiba-tiba. Pembinaan sikap mental
maupun profesionalisme para pelaku
distribusi adalah faktor utama yang
harus dilaksanakan agar tidak menghambat
perbaikan sistem distribusi di
Indonesia. Disamping itu, pengalihan
sistem distribusi dengan memberikan
bantuan kredit atau pendanaan pada
masa krisis bukanlah tindakan yang
tepat dan hal ini bersifat paradoks
dengan kenyataan masih tingginya suku
bunga bank. Dengan demikian program
pemberdayaan usaha kecil dan koperasi
sebagai pelaku distribusi hendaknya
dijadikan program jangka panjang yang
tidak harus dilakukan dalam masa
krisis ini.
4. Departemen Perindustrian dan Perdagangan perlu
merumuskan Visi dan
Misi yang jelas, terukur, dan terimplementasikan
dalam menata sistem
distribusi di Indonesia. Misi harus
ditetapkan berdasarkan hasil audit
dari sistem yang ada sekarang, perbandingan
dengan praktek-praktek
termutakhir pada bidang distribusi
(best practices), serta
mengakomodasikan kepentingan dari
pihak-pihak yang berkepentingan,
termasuk produsen, konsumen, pelaku
distribusi, maupun pemerintah.
Disamping itu perlu dibuat standar-standar
yang jelas dan terukur untuk
mengendalikan sistem distribusi
di Indonesia dengan memilah kebijakan
jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang. Penjabaran target
operasional yang jelas perlu dibuat
dalam kaitannya dengan kualitas
produk yang didistribusikan dan
waktu pengirimannya, disamping target
biaya yang terjadi pada masing-masing
komponen sistem distribusi.
5. Permasalahan distribusi tidak bisa dilepaskan
dari dua komponen
lainnya yakni produksi dan konsumsi.
Perekonomian yang sehat adalah yang
menyeimbangkan tiga komponen tersebut
secara alamiah. Dalam diskusi
seminar ini ditengarai bahwa permasalahan
yang terjadi di sektor produksi
yang justru harus banyak diperhatikan.
Produksi pangan sebagai pilar
perekonomian nasional sudah selayaknya
dijadikan pokok perhatian
mengingat rentannya masalah kekurangan
pangan justru berawal dari
produksi pangan dalam negeri yang
tidak mencukupi. Dalam kaitan ini
koperasi hendaknya juga ditumbuhkan
sebagai unit-unit produksi pangan
maupun unit-unit produksi produk-produk
skunder seperti barang kerajinan,
dan lain-lain. Penekanan pembangunan
ekonomi harus berorientasi pada
agroindustri dan bukan sektor industri
teknologi tinggi ataupun sektor
jasa. Pemerintah menyandang tugas
yang besar untuk memastikan bahwa
pasokan bahan pangan harus cukup
dari waktu ke waktu. Subsidi hendaknya
diberikan kepada para produsen secara
adil, bukan kepada para distributor.
Selanjutnya perlu dipikirkan pula
adanya masalah kesenjangan informasi
antara petani sebagai produsen produk-produk
pertanian dan pelaku
distribusi sehingga memungkinkan
adanya suatu tindak kesewenangan dalam
mempermainkan tingkat harga. Walaupun
pemerintah sudah berupaya
mencipatakan semacam Pusat Informasi
Pasar, namun keefektifannya di
lapangan bagi petani masih perlu
dipertanyakan.
6. Dari segi kelembagaan, hendaknya ada pembagian
tugas yang jelas antara
Depkop/PKM dan Deperindag. Depkop/PKM
lebih berkonsentrasi pada persoalan
pembinaan termasuk pendanaan, sementara
Deperindag lebih berfungsi
sebagai lembaga yang menegakkan
keadilan dalam berusaha, penetapan
standar, dan lain-lain. Bila perlu,
koperasi dan usaha kecil bernaung di
bawah Deperindag menjadi suatu badan
usaha yang berfungsi sebagai unit
produksi atau distribusi. Khusus
terhadap Bulog, pemerintah seharusnya
mengoperasikan bulog secara profesional
layaknya perusahaan besar yang
memiliki cabang di seluruh Indonesia
namun tetap pada status lembaga non
profit. Dengan kata lain, Bulog
harus beroperasi tanpa dukungan dana dari
pihak pemerintah dan semua ongkos
operasional dibebankan pada harga
barang yang dikelola tanpa tambahan
marjin keuntungan. Dengan demikian
Bulog bisa menyalurkan barang dengan
harga yang rendah karena pembeli
hanya menanggung ongkos.
7. Pengembangan unit usaha kecil, baik koperasi
maupun bentuk usaha
lainnya setidaknya dibatasi oleh
tiga hal yaitu: (1). Modal dan agunan
pengusaha Kecil/Menengah/Koperasi
sangat terbatas. (2). Kemampuan Lembaga
Keuangan yang sudah sangat rendah
dan tuntutan Kemampuan
Operasional/Managerial Skill dalam
menyalurkan kredit yang terbatas
kebanyak Pengusaha. (3). Daya Beli
Konsumen yang sangat rendah karena
pertumbuhan ekonomi negatif dan
pertumbuhan sektor riel yang sudah
menyempit. Oleh karena itu pengembangan
kuantitas unit usaha kecil dan
menengah sangat perlu mengkaji keberadaan
tiga pembatas tersebut. Untuk
menciptakan iklim berusaha yang
sehat, ketiga hambatan tersebut harus
diselesaikan secara terintegrasi.
Membentuk koperasi dan usaha kecil
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan
pertumbuhan permintaan yang
dilandasi daya beli masyarakat bukanlah
kebijakan yang tepat apalagi
kalau koperasi dan usaha kecil tersebut
tumbuh atas dorongan dari atas
dan tidak mencerminkan kebutuhan
arus bawah.
8. Intervensi pemerintah terhadap koperasi dinilai
tidak memberikan
kemandirian koperasi untuk jangka
panjang. Pemberian subsidi atau
pemberian hak istimewa kepada koperasi
untuk menjadi agen distribusi
bahan pokok misalnya telah menghilangkan
makna pembinaan yang semestinya
diarahkan untuk membangun kemandirian
jangka panjang. Pemberian subsidi
dan hak-hak istimewa justru menciptakan
ketergantungan koperasi. Hal ini
membuat koperasi tidak bisa bersaing
lebih-lebih kalau kita berbicara
pada konteks pasar bebas yang menghendaki
keunggulan dalam bersaing
secara sehat. Subsidi yang selama
ini tidak jelas keberpihakannya
terhadap rakyat kecil sudah saatnya
dialihkan untuk tujuan-tujuan yang
lebih nyata dalam pembinaan ekonomi
rakyat, antara lain untuk membangun
sarana-prasarana pelatihan, membangun
jaringan komunikasi dan informasi
yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan
usaha rakyat, maupun bentuk
pembinaan SDM lainnya. Demikian
pula hak istimewa bagi koperasi untuk
menjadi pelaku sistem ekonomi tertentu,
misalnya sebagai distributor
komoditi kebutuhan pokok atau sebagai
pemasok bahan baku suatu program
pemerintah harus ditiadakan. Pembinaan
koperasi harus lebih diarahkan
untuk melepas dan memaksa mereka
untuk terjun ke alam persaingan bebas,
memiliki persamaan kesempatan dengan
pelaku ekonomi yang lainnya.
Bahwasanya koperasi hanyalah salah
satu pelaku ekonomi, hakekat
pembangunan ekonomi hendaknya juga
diarahkan secara adil terhadap semua
unit pelaku ekonomi termasuk warung,
toko, dan lain-lain yang tidak harus
berbentuk badan koperasi. Perolehan
perijinan yang mudah harus berlaku
bagi semua badan usaha, tidak ada
perlakuan khusus bagi koperasi.
Perolehan perijinan bila perlu dipermudah
dan disederhanakan dan
kewenangan diberikan pada pejabat
yang lebih rendah, bila perlu di
tingkat kecamatan atau kelurahan.
9. Koperasi harus dibina dan dibiarkan tumbuh
sebagai layaknya suatu
perusahaan. Sikap kewirausahaan
pengelola koperasi adalah faktor yang
sangat penting demi kemandirian
dan kelangsungan hidupnya. Oleh karena
itu, pemerintah yang berkaitan dengan
pembinaan koperasi harus
menumbuhkan sikap kewirausahaan
para pengelolanya dengan menyediakan
sarana pelatihan, konsultasi, dan
lain-lain. Dengan demikian maka
koperasi akan bisa dikelola secara
profesional, dimana pengelolanya sadar
akan prinsip-prinsip manajemen,
memberikan apresiasi pada disiplin,
kualitas pekerjaan dan pelayanan,
perbaikan secara berkesinambungan
(continuous improvement) dan lain-lain.
Untuk meningkatkan
profesionalisme pengelolaan koperasi,
diusulkan apa yang dinamakan
absentee ownership. Model ini menghendaki
dikuranginya peran anggota
dalam pengelolaan koperasi dan diberikannya
keleluasaan yang lebih besar
kepada pengurus koperasi dan diberikan
penghargaan yang lebih pantas
terhadap usahanya. Dengan demikian
maka pengelola koperasi akan lebih
terdorong untuk mengembangkan jiwa
kewirausahaannya untuk membesarkan
koperasi.
10.Di sisi lain pemerintah harus tetap bisa menjadi
'juri' yang baik
terhadap semua pelaku ekonomi. Peraturan
harus dibuat sedemikian sehingga
tidak ada yang memperoleh perlakuan
istimewa, tidak ada hak monopoli, dan
lain-lain. Jumlah peraturan harus
diminimalkan, namun terimplementasikan
secara konsisten sehingga pelaku
ekonomi bisa berusaha dengan jaminan
hukum dan keamanan serta bebas dari
pungutan-pungutan yang tidak pantas.
Penghargaan perlu diberikan kepada
yang berhasil dan hukuman setimpal
harus diberikan kepada yang melanggar.
Pada gilirannya ini semua akan
menyumbangkan peran dalam menurunkan
harga barang, suatu wujud
keberpihakan nyata pemerintah terhadap
masyarakat.
11.Semua tata niaga harus dihilangkan dan harga
barang yang berlaku di
Indonesia adalah harga yang berlaku
di pasar internasional. Sikap mental
untuk memberikan apresiasi terhadap
sistem yang berlaku secara alamiah di
manapun juga sangat penting ditumbuhkan
untuk menyiapkan bangsa Indonesia
memasuki alam persaingan global.
12.Permasalahan rendahnya nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing
menyebabkan tingginya harga barang
di Indonesia dan merangsang
penyelundupan bahan pokok bersubsidi
ke luar negeri. Disamping itu, bunga
bank yang tinggi mengakibatkan produksi
dalam negeri mengalami kesulitan
besar. Untuk itu, secara terintegratif
perbaikan ekonomi dan pemberdayaan
ekonomi rakyat tidak bisa dilepaskan
dari permasalahan nilai tukar
rupiah. Stabilitas kurs jangka panjang
sangat diperlukan.
3. Penutup
Gagasan-gagasan di atas disarikan untuk
disampaikan kepada pemerintah dalam
hal ini Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Departemen Koperasi Pengusaha
Kecil dan Menengah, serta semua peserta
seminar. Harapan para penyelenggara
seminar maupun para peserta kiranya
cukup jelas, yakni bisa dipertimbangkannya
gagasan-gagasan tersebut dalam mengambil
berbagai kebijakan pembangunan.
Mudah-mudahan harapan tersebut bisa terwujud.
I Nyoman Pujawan
-------- ----------------
MODERATOR